A. ISSUE
ETIK DAN MORAL
1.
Pengertian
Isu adalah masalah pokok yang
berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta
membutuhkan pembuktian.
Isu adalah topic yang menarik untuk
didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat
yang bervariasi.
Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai.
Etik merupakan bagian dari
filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm menghargai suatu
tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau buruk.
Moral
adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun
situasi berbeda. Teori
moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan
masalah etik
Issue etik dalam pelayanan
kebidanan merupakan topik yang penting yang berkembang di masyarakat tentang
nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan yang berhubungan dengan segala
aspek kebidanan yang menyangkut baik dan buruknya.
Issue moral adalah topik
yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari.
Bila dilihat dari sumber dan
sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler yaitu :
a.
Moral
keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang
tiggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral.
b.
Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pada
ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
2.
Contoh Issue Etik Dalam Kehidupan Sehari - Hari
a. Persetujuan
dalam proses melahirkan.
1) Memilih atau
mengambil keputusan dalam persalinan
2) Kegagalan dalam
proses persalinan
3) Pelaksanan USG
dalam kehamilan
4) Konsep normal
pelayanan kebidanan
5) Bidan dan
pendidikan seks
b. Contoh masalah etik yang berhubungan
dengan teknologi
1) Perawatan intensif pada bayi
1) Perawatan intensif pada bayi
2) Skreening bayi
3) Transplantasi
organ
4) Teknik reproduksi
dan kebidanan.
c. Contoh masalah
etik yang berhubungan dengan profesi
1) Pengambilan
keputusan dan penggunaan etik
2) Otonomi bidan
dan kode etik professional
3) Etik dalam penelitian kebidanan
4) Penelitian
tentang masalah kebidanan yang sensitif
d. Biasanyan beberapa
contoh mengenai isu etik dalam pelayananan
kebidanan adalah berhubungan dengan masalah-masalah sebagai berikut:
1) Agama /
kepercayaan
2) Hubungan dengan
pasien
3) Hubungan dokter
dengan bidan
4) Kebenaran
5) Pengambilan
keputusan
6) Pengambilan
data
7) Kematian Kerahasiaan
8) Aborsi
9) AIDS
10) In_Vitro fertilization
3.
Contoh Issue Moral
Moral merupakan
pengetahuan atau keyakian tentang adanya hal yang baik dan buruk yang
mempengaruhi siakap seseorang. Kesadaran tentang adanya baik buruk
berkembang pada diri seseorang seiring dengan pengaruh lingkungan, pendidikan,
sosial budaya, agama, dll. Hal ini yang disebut kesadaran moral. Isu
moral dalam pelayanan kebidanan merupakan topik yang penting yang berhubungan
dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari yang ada kaitannya dengan
pelayanan kebidanan.
Beberapa contoh
isu moral dalam kehidupan sehari-hari:
a. Kasus abortus
b. Euthanansia
c. Keputusan untuk
terminasi kehamilan
d. Isu moral juga
berhubungan dengan kejadian luar biasa dalam kehidupan sehari-hari, seperti
yang menyangkut konflik dan perang
B. DILEMA
Suatu keadaan
dimana dihadapkan pada dua alternative pilihan, yang kelihatannya sama atau
hampir sama dan membutuhkan pemecahan masalah. Dilema muncul
karena terbentur pada konflik moral, pertentangan batin, atau pertentangan
antara nilai-nilai yang diyakini bidan dengan kenyataan yang ada
1.
ABORSI
Aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin mencapai viabilitas dengan usia kehamilan < 22 minggu dan
berat janin kurang dari 500 gram.
Aborsi dan Kehamilan tidak diinginkan (KTD) merupakan permasalahan yang terabaikan dibanyak
negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagai tenaga kesehatan yang menyatu dengan
masyarakat, bidan sering didatangi oleh perempuan dengan masalah ini. Penyebab terjadinya aborsi dan KTD : korban perkosaan,
pengetahuan yang kurang tentang kesehatan reproduksi, hingga kegagalan
kontrasepsi. Menghadapi masalah tersebut
bidan harus berperang antara keinginan
menolong dengan hati nurani yang bertentangan, belum lagi hukum yang melarang
tindakan aborsi.
Menolak atau tidak peduli pada perempuan yang
mengalami permasalahan dengan KTD seringkali berdampak fatal. Banyak kejadian yang menyebabkan
perempuan cari jalan pintas dengan melakukan aborsi tidak aman. Aborsi tidak aman bisa dilakukan oleh perempuan itu
sendiri, orang lain yang tidak memiliki keterampilan medis, tenaga kesehatan
yang tidak memenuhi standar kemampuan dan kewenangan.
Dalam dunia
kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu :
a. Aborsi Spontan
/ Alamiah : berlangsung tanpa tindakan. Kebanyakan disebabkan karena kurang
baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
b. Aborsi Buatan /
Sengaja : pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 28 minggu sebagai suatu akibat tindakan yang
disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun pelaksana aborsi.
c. Aborsi Terapeutik / Medis : pengguguran
kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh,
calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau
penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin
yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan
tidak tergesa-gesa.
Beberapa hal
yang bisa dilakukan oleh bidan untuk turut andil, upaya untuk menurunkan
kematian ibu dengan aborsi :
a.
Mencegah terjadinya KTD dengan cara :
1)
melakukan
advokasi kemasyarakat tentang isu - isu kespro
2)
consent
inform kepada klien kontrasepsi
b.
Melakukan
konseling pada perempuan dengan masalah KTD, tanpa sikap menghakimi
c.
Sampaikan informasi yang diperlukan, misalnya :
1) Prosedur aborsi yang aman, kemungkinan efek
samping
2) Macam aborsi tidak aman dan dampaknya
3) Resiko dari setiap keputusan yang diambil
klien
4) Cara mencegah KTD dikemudian hari
d.
Untuk
kasus - kasus tertentu (KTD akibat perkosaan) / klien tetap memutuskan ingin
mengakhiri kehamilannya, rujuk klien kepada tenaga kesehatan yang memiliki
keahlian dan keterampilan untuk tindakan aborsi yang aman.
2.
EUTHANASIA
a. Pengertian
Euthanasia
berasal dari Bahasa Yunani yaitu : ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan
θάνατος, thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan
kehidupan manusia atau hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa
sakit atau menimbulkan rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara
memberikan suntikan yang mematikan.
Aturan
hukum mengenai masalah ini berbeda-beda di tiap negara dan seringkali berubah
seiring dengan perubahan norma-norma budaya maupun
ketersediaan perawatan atau tindakan medis. Di beberapa negara, eutanasia
dianggap legal, sedangkan di negara-negara lainnya dianggap melanggar hukum. Oleh karena sensitifnya isu ini,
pembatasan dan prosedur yang ketat selalu diterapkan tanpa memandang status
hukumnya.
b. Kategori Euthanasia
Bila
ditinjau dari cara pelaksanaannya, eutanasia dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu :
1) Eutanasia agresif, disebut juga
eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk
mempersingkat atau mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan
dengan pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.
Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2) Eutanasia non agresif, kadang juga
disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia) digolongkan sebagai
eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak secara tegas
dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui bahwa
penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan tersebut
diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil"
(pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu
praktik eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan.
3) Eutanasia pasif dapat juga
dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak menggunakan
alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan seorang pasien.
Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan medis yang
dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya adalah
dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam pernapasan,
tidak memberikan antibiotika kepada penderita pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit
seperti morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan
eutanasia pasif seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah
sakit.
Penyalahgunaan
eutanasia pasif bisa dilakukan oleh tenaga medis maupun pihak keluarga yang
menghendaki kematian seseorang, misalnya akibat keputusasaan keluarga karena
ketidaksanggupan menanggung beban biaya pengobatan. Pada beberapa kasus
keluarga pasien yang tidak mungkin membayar biaya pengobatan, akan ada
permintaan dari pihak rumah sakit untuk membuat "pernyataan pulang
paksa". Meskipun akhirnya meninggal, pasien diharapkan meninggal secara
alamiah sebagai upaya defensif medis.
c. Euthanasia Ditinjau dari Sudut
Pemberian Izin
Ditinjau
dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga
yaitu :
1) Eutanasia di luar kemauan pasien:
yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien
untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
2) Eutanasia secara tidak sukarela:
Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan
dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi
apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil
suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien
(seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat
kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil
keputusan bagi si pasien.
3) Eutanasia secara sukarela :
dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih
merupakan hal kontroversial.
d. Euthanasia Ditinjau Dari Sudut
Tujuan
Beberapa
tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
1) Pembunuhan berdasarkan belas kasihan
(mercy killing)
2) Eutanasia hewan
3) Eutanasia berdasarkan bantuan
dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela
3. ADOPSI
/ Pengangkatan anak
Adopsi berasal dari kata “adaptie” dalam
bahasa Belanda. Menurut kasus hukum berarti “Pengangkatan seorang anak untuk
anak kandungnya sendiri”. Dalam bahasa Malaysia dipakai kata adopsi, berarti
anak angkat atau mengangkat anak. Sedangkan dalam Bahasa Inggris, “Edoft”
(Adaption), berarti pengangkatan anak atau mengangkat anak. Dalam bahasa Arab
disebut “Tabanni” yang menurut Prof. Mahmud Yunus diartikan dengan “Mengambil
Anak Angkat”.
Sistim Hukum yang Mengatur Adopsi / Pengangkatan
Anak
1) Hukum Barat (BW)
Dalam kitab UU Hukum Perdata (KUHP) tidak
ditentukan satu ketentuan yang mengatur
masalah adopsi atau anak angkat yang ada hanyalah ketentuan tentang
pengangkatan anak di luar kawin, seperti yang diatur dalam buku BW hal XII
bagian ketiga, pasal 280-289, tentang pengakuan anak diluar kawin. Karena
tuntutan masyarakat, maka dikeluarkan
oleh Pemerintah Hindia Belanda : Staats Blad no : 124/1917, khusus pasal 5-15,
yg mengatur masalah adopsi anak / anak angkat.
2) Pasal 8 menyebutkan bahwa ada 4 syarat untuk
pengangkatan anak :
a)
Persetujuan
orang yang mengangkat anak.
b)
Jika
anak diangkat adalah anak syah dari orangtuanya, diperlukan izin dari
orangtuanya itu. Jika bapaknya sudah wafat dan ibunya kawin lagi, kasus ada
persetujuan dari walinya.
c)
Jika
anak yang diangkat lahir di luar perkawinan, izin diperlukan dari orangtua yang mengakui sebagai
anaknya. Jika anak tidak diakui harus ada persetujuan dari walinya.
d)
Jika
anak yang akan diangkat sudah berusia 14 tahun, maka persetujuan adalah dari
anak sendiri.
4. TRANSPLANTASI
a. Pengertian
Transplantasi organ adalah
transplantasi atau pemindahan seluruh atau sebagian organ
dari satu tubuh
ke tubuh yang lain, atau dari suatu tempat ke tempat yang lain pada tubuh yang
sama. Transplantasi ini ditujukan untuk menggantikan organ yang rusak atau tak
befungsi pada penerima dengan organ lain yang masih berfungsi dari donor. Donor organ
dapat merupakan orang yang masih hidup ataupun telah meninggal.
Teknik
transplantasi dimungkinkan untuk memindahkan suatu organ atau jaringan tubuh
manusia yang masih berfungsi baik, baik dari orang yang masih hidup maupun yang
sudah meninggal ke tubuh manusia lain.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam melakukan transplantasi. Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.
Dalam penyembuhan suatu penyakit, adakalanya transplantasi tidak dapat dihindari dalam menyelamatkan nyawa si penderita. Dengan keberhasilan teknik transplantasi dalam usaha penyembuhan suatu penyakit dan dengan meningkatnya keterampilan dokter – dokter dalam melakukan transplantasi. Upaya transplantasi mulai diminati oleh para penderita dalam upaya penyembuhan yang cepat dan tuntas. Untuk mengembangkan transplantasi sebagai salah satu cara penembuhan suatu penyakit tidak dapat bagitu saja diterima masyarakat luas. Pertimbangan etik, moral, agama, hukum, atau sosial budaya ikut mempengaruhinya.
Transplantasi
ditinjau dari sudut si penerima, dapat dibedakan menjadi :
1)
Autotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ ke tempat lain dalam tubuh orang itu
sendiri.
2)
Homotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh seseorang ke tubuh orang
lain.
3)
Heterotransplantasi,
yaitu pemindahan suatu jaringan atau organ dari suatu spesies ke tubuh spesies
lainnya.
b. Masalah Etik dan Moral dalam
Transplantasi
1)
Donor
Hidup
Adalah
orang yang memberikan jaringan / organnya kepada orang lain ( resepien ).
Sebelum memutuskan untuk menjadi donor, seseorang harus mengetahui dan mengerti
resiko yang dihadapi, baik resiko di bidang medis, pembedahan, maupun resiko
untuk kehidupannya lebih lanjut sebagai kekurangan jaringan / organ yang telah
dipindahkan. Disamping itu, untuk menjadi donor, sesorang tidak boleh mengalami
tekanan psikologis. Hubungan psikis dan omosi harus sudah dipikirkan oleh donor
hidup tersebut untuk mencegah timbulnya masalah.
2)
Jenazah
dan donor mati
Adalah
orang yang semasa hidupnya telah mengizinkan atau berniat dengan sungguh –
sungguh untuk memberikan jaringan / organ tubuhnya kepada yang memerlukan
apabila ia telah meninggal kapan seorang donor itu dapat dikatakan meninggal
secara wajar, dan apabila sebelum meninggal, donor itu sakit, sudah sejauh mana
pertolongan dari dokter yang merawatnya. Semua itu untuk mencegah adanya
tuduhan dari keluarga donor atau pihak lain bahwa tim pelaksana transplantasi
telah melakukan upaya mempercepat kematian seseorang hanya untuk mengejar organ
yang akan ditransplantasikan.
3)
Keluarga
donor dan ahli waris
Kesepakatan
keluarga donor dan resipien sangat diperlukan untuk menciptakan saling
pengertian dan menghindari konflik semaksimal mungkin atau pun tekanan psikis
dan emosi di kemudian hari. Dari keluarga resepien sebenarnya hanya dituntut
suatu penghargaan kepada donor dan keluarganya dengan tulus. Alangkah baiknya
apabila dibuat suatu ketentuan untuk mencegah tinmulnya rasa tidak puas kedua
belah pihak.
4)
Resipien
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
Adalah orang yang menerima jaringan / organ orang lain. Pada dasarnya, seorang penderita mempunyai hak untuk mendapatkan perawatan yang dapat memperpanjang hidup atau meringankan penderitaannya. Seorang resepien harus benar – benar mengerti semua hal yang dijelaskan oleh tim pelaksana transplantasi. Melalui tindakan transplantasi diharapkan dapat memberikan nilai yang besar bagi kehidupan resepien. Akan tetapi, ia harus menyadari bahwa hasil transplantasi terbatas dan ada kemungkinan gagal. Juga perlu didasari bahwa jika ia menerima untuk transplantasi berarti ia dalam percobaan yang sangat berguna bagi kepentingan orang banyak di masa yang akan datang.
5)
Dokter
dan tenaga pelaksana lain
Untuk
melakukan suatu transplantasi, tim pelaksana harus mendapat parsetujuan dari
donor, resepien, maupun keluarga kedua belah pihak. Ia wajib menerangkan hal –
hal yang mungkin akan terjadi setelah dilakukan transplantasi sehingga gangguan
psikologis dan emosi di kemudian hari dapat dihindarkan. Tnaggung jawab tim
pelaksana adalah menolong pasien dan mengembangkan ilmu pengetahuan untuk umat
manusia. Dengan demikian, dalam melaksanakan tugas, tim pelaksana hendaknya
tidak dipengaruhi oleh pertimbangan – pertimbangan kepentingan pribadi.
6)
Masyarakat
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
Secara tidak sengaja masyarakat turut menentukan perkembangan transplantasi. Kerjasama tim pelaksana dengan cara cendekiawan, pemuka masyarakat, atau pemuka agama diperlukan unutk mendidik masyarakat agar lebih memahami maksud dan tujuan luhur usaha transplantasi. Dengan adanya pengertian ini kemungkinan penyediaan organ yang segera diperlikan, atas tujuan luhur, akan dapat diperoleh.
c. Transplantasi Ditinjau dari Aspek
Hukum
Pada
saat ini peraturan perundang – undangan yang ada adalah Peraturan Pemerintah
No. 18 tahun 1981, tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta
Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia. Pokok – pokok peraturan
tersebut adalah :
1) Pasal 10
Transplantasi
alat untuk jaringan tubuh manusia dilakukan dengan memperhatikan ketentuan –
ketentuan yaitu harus dengan persetujuan tertulis penderita dan keluarganya
yang trdekat setelah penderita meninggal dunia.
2) Pasal 14
Pengambilan
alat atau jaringan tubuh manusia untuk keperluan transplantasi atau bank mata
dari korban kecelakaan yang meninggal dunia, dilakukan dengan pernyataan
tertulis keluarga terdekat.
3) Pasal 15
Sebelum
persetujuan tentang transplantasi alat dan jaringan tubuh manusia diberikan
oleh calon donor hidup, calon donor yang bersngkutan terlebih dahulu diberitahu
oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi,
akibat – akibat dan kemungkinan – kemungkinan yang dapat terjadi. Dokter yang
merawatnya harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah
menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut.
4) Pasal 16
Donor
atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi
material apapun sebagai imbalan transplantasi.
5) Pasal 17
Dilarang
memperjual – belikan alat atau jaringan tubuh manusia.
6) Pasal 18
Dilarang
mengirim dan menerima alat dan jaringan tubuh manusia dalam semua bentuk keadaan
dari luar negri
5. BAYI
TABUNG
Bayi tabung
adalah upaya jalan pintas untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur diluar
tubuh (in vitro fertilization). Setelah terjadi konsepsi hasil tersebut
dimasukkan kembali ke dalam rahim ibu atau embrio transfer sehingga dapat
tumbuh menjadi janin sebagaimana layaknya kehamilan biasa. Status bayi
tabung ada 3 macam
:
1. Inseminasi buatan dengan sperma suami.
2. Inseminasi
buatan dengan sperma donor.
3. Inseminasi
bautan dengan model titipan.
Beberapa Negara
memperbolehkan donor sperma bukan suami, dan diakui secara legal. Kerahasiaan
identitas donor yang bukan suami senantiasa dijaga, untuk menghindarkan masalah
dikemudian hari. Terkait dengan proses bayi tabung, pada tahun 1979, Majelis
Ulama Indonesia (MUI) pernah mengeluarkan fatwanya. Pada intinya, para ulama
menyatakan bahwa bayi tabung diperbolehkan selama sperma yang didonorkan
berasal dari suami yang sah dari si perempuan yang rahimnya hendak digunakan
dalam proses bayi tabung. Hal itu karena memanfaatkan teknologi bayi tabung
merupakan hak bagi pasangan yang berikhtiar untuk memperoleh keturunan. Namun,
jika sperma dan rahim yang digunakan bukan berasal dari pasangan suami istri
yang sah, maka hal itu statusnya sama dengan hubungan kelamin antara lawan
jenis di luar pernikahan yang sah. Dengan kata lain, bisa terjadi rahim seorang
perempuan dipinjamkan untuk proses bayi tabung dari embrio seorang lelaki yang
bukan suaminya. Nah, hal itu sama saja dengan perzinaan.